A. Kegagalan Konstituante dan Lahirnya Demokrasi Terpimpin
Pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno berpidato di depan konstituante dan atas nama pemerintah menganjurkan konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi UUD RI yang tetap.Sebelum menerima atau menolak usul presiden tersebut, kelompok islam mengusulkan amandemen untuk mengembalikan kata-kata " dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya" kedalam pembukaan UUD 1945. Usul tersebut ditolak oleh konstituante dalam sidang tanggal 29 Mei 1959 dengan perbandingan suara 201 setuju dan 265 menolak. Tanggal 30 Mei 1959 dilakukan pemungutan suara kembali terhadap usul pemerintah yaitu kembali ke UUD 1945 tanpa perubahan hasilnya 269 menerima dan 199 menolak, sedangkan yang hadir 474 anggota, sehingga tidak memenuhi kuorum 2/3 yang diisyaratkan oleh UUDS 1950 pasal 37.
Untuk mencegah ekses-ekses politik sebagai akibat ditolaknya usul pemerintah oleh konstituante maka KSAD atas nama pemerintah mengeluarkan peratutan NO. PRT/Perpu/040/1959 tentang larangan mengadakan kegiatan-kegiata politik yang berlaku mulai 3 juni 1959. Pada tanggal 16 Juni Ketu Umum PNI Soewiryo mengirimkan surat kepadapresiden agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan konstituante.
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 melalui konstituante dan rangkaian peristiwa politik akhirnya mendorong presiden untuk menyelamatkan negara yang berada dalam keadaan bahaya . Pada hari minggu 5 Juli 1959 jam 17.00 WIB dalam upacara resmi di istana Merdeka di umumlkan dekrit presiden yang berisi sebagai berikut :
a. Pembubaran Konstituante.
b. Berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
c. Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota DPR, utusan daerah dan golongan serta
pembentukan DPAS.
Pembacaan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 telah menyelamatkan kehidupan politik pemerintahan bangsa indonesia . Dekrit Presiden juga menjadi latar belakang lahirnya Demokrasi Terpimpin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar