Jumat, 29 Maret 2013

Sejarah Pembagian Waktu


Pembagian waktu pertama kali dilakukan oleh bangsa Yunani yang membagi satu tahun menjadi 12 bagian yang disebut bulan. Mereka kemuadian membagi setiap bulan menjadi 30 bagian yang disebut hari. Dalam satu tahun, mereka mempunya 360 hari atau 12 x 30 = 360. Karena bumi berputar mengelilingi matahari membentuk jalur lingkaran, maka bangsa Yunani membagi lingkaran menjadi 360¡. Konsep ini dikemukakan oleh Hipparchus, seorang astronomi Yunani, yang hidup pada tahun 190-120 SM.
                Bangsa Mesirdan Babilonia kemudian membagi siang, yaitu sejak matahari terbit hingga matahari terbenam, menjadi 12 bagian yang disebut jam. Mereka juga membagi malam, yaitu sejak matahari  terbenam hingga matahari terbit, menjadi 12 jam. Akan tetapi siang dan malam memiliki durasi berbeda dan berubah-ubah setiap tahunnya. Karena itu, system pembagian waktu ini belumlah akurat.
                Muncullah pemikiran baru. Suatu hari dibagi menjadi 24 jam dengan jumlah jam yang sama:  siang 12 jam dan malam 12 jam. Konsep ini dikemukakan oleh Ptolemy, seorang astonom Yunani yang tinggal di Alexandria-Mesir. Ia menyempurnakan teori Hipparchus mengenai geosentris ( bumi sebagai pusat tata surya ) dan system tata surya. Satu jam kemudian dibagi menjadi 60 menit, dan satu menit dibagi menjadi 60 detik. Ide pembagian jam dan menit menjadi enam pulluh bagian ini datang dari system sexagesimal bangsa Sumeria yang berdasar atas bilangan 60. System ini sendiri dikembangkan 4.000 tahun yang lalu. Sejak ditemukannya pembagian waktu atas detik, menit, jam, hari, bulan , dan tahun inilah waktu menjadi ukurang penghitung dalam kehidupan dan manusia pun mulai berkejaran dengan waktu.
                Albert Einstein juga bereksperimen dengan waktu dan mengajukan sebuah teori dengan kesimpulan bahwa waktu itu realtif. Teori waktu Einstein ini memang rumit, tetapi Alan Lightman, seorang dosen di Massachusets Institute of Technology, berhasil menjelaskannya dalam bahasa satra melalui bukunya, “Mimpi Mimpi Einstein”. Menurutnya, didunia ini ada dua jenis waktu, yaitu waktu mekanis dan waktu tubuh. Waktu yang pertama adalah waktu seperti yang kita kenal sekarang ( detik, menit, jam, hari, bulan, tahun dan seterusnya), sedangkan waktu yang kedua adalah waktu menurut kehendak hati manusia. Sebelum Hipparchus menemukan pembagian waktu, manusia akan makan pada saa lapar atau tidur saat mengantuk. Itulah yang disebut sebagai watu tubuh. Setelah ada pembagian waktu, manusia akan makan saat jam makan dan tidur saat jam tidur. Waktu inilah yang disebut sebagai waktu mekanis. Kehidupan manusiapun berubah dari waktu tubuh menjadi waktu mekanis.


Albert Einstein

Ptolemy

Gaya Belajar Efektif

       
       Gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. Gaya belajar setiap orang dipengaruhi oleh faktor alamiah ( pembawaan ) dan faktor lingkungan. Jadi ada hal – hal tertentu yang tidak dapat diubah dalam diri seseorang bahkan dengan latihan sekalipun. Tetapi ada juga hal- hal yang dapat dilatihkan dan disesuaikan dengan lingkungan yang terkadang justru tidak dapat diubah. Mengenali gaya belajar sendiri, belum tentu membuat kamu menjadi lebih pandai. Tapi dengan mengenali gaya belajar, kamu akan dapat menentukan cara belajar yang lebih efektif. Kamu tahu bagaimana memanfaatkan kemampuan belajar secara maksimal, sehingga hasil belajarmu dapat optimal.

Langah – langkah belajar efektif adalah mengetahui
Diri sendiri
Kemampuan belajarmu
Proses yang berhasil kamu gunakan
Minat dan pengetahuan atas mata pelajaran yang kamu inginkan
Kamu mungkin belajar fisika dengan mudah tetapi tidak bias belajar tenis, atau sebaliknya. Belajar apapun, adalah proses untuk mencapai tahap – tahap tertentu.

Empat langkah untuk belajar 
Ada empat langkah untuk belajar efektif, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Mulai dengan masa lalu
2. Teruskan ke masa sekarang
3. Pertimbangkan proses, persoalan utama
4. Buat review

Sumber:
http://www.studygs.net

http://www.ut.ac.id


Nama - nama Proses Pembuatan Unsur




Ø Natrium                : Downs, merupakan elektrolisis lelehan NaCl
Ø Magnesium          : Downs, merupakan elektrolisis lelehan MgCl2
Ø Aluminium          : Hall Heroult
Ø Besi                      : Tungku bassemer/ Tanur tinggi
Ø Tembaga              : pemanggangan
Ø Aneomia              : Haber Bosch
Ø Asam Nitrat         : Oswald
Ø Oksidgen              : Scheele
Ø Belerang               : Frasch
Ø Asam Sulfat         : Proses Kontak
Ø Flour                    : Moissan
Ø Klor                      : Deacon
Ø Fosfor                   : Wohler
Ø Krom                    : Gold Schmidt                      

Sabtu, 23 Maret 2013

Fungsi dan Peranan Pers


1.       Pers dalam Masyarakat Demokrasi
               
      Pers merupakan lembaga sealigus wahana penting sebagai sumber informasi. Itulah sebabnya masyarakat membutuhkan pers. Baik itu masyarakat yang memiiki pemerintahan otoriter maupun masyarakat yang memiliki pemerintahan demokrasi.
                Namun, ada perbedaan sangat mendasar antara pers dalam masyakat otoriter dengan pers dalam masyarakat demokrasi. Dalam masyarakat otoriter, pers sepenuhnya dikuasai oleh dan tunduk kepada pemerintah ( Huntington, 2001:12 ). Pers diarahkan oleh pemerintah untuk mendukung dan mesukseskan berbagai kebijakan pemerintah. Insan pers tak memiliki kebebasan dalam kerja jurnalistik. Maka, pers tak bias bertindak kritis terhadap pemerintah. Pemerintah selalu berusaha sejauh mungkin mengendalikan kehidupan pers. Caranya, dengan memberlakukan berbagai kebijakan pengawasan. Kebijakan tersebut umumnya berisi pembenaran penggunaan cara-cara preventif ( semisal sensor atau teguran ) maupun cara – cara represif ( semisal pembredelan ) guna mengendalikan pemberitaan pers. Akibatnya, masyarakat tak bias memperoleh informasi alternative. Informasi yang disediakan dan diperoleh masyarakat dari pers pada dasarnya adalah informasi versi pemerintah.
                Berbeda dari itu, dalam masyarakat demokrasi, pers tidak dikuasai oleh pemerintah. Pers secara nyata tidak berada dalam kendali pemerintah ( Dahl,2011:119 ). Insan pers memiliki kebebasan dan keleluasaan guna melakukan kerja jurnalistik, seperti mencari, memperoleh,memliki,menyimpan,mengolah, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat. Keberadaan kebebasan dan keleluasaan tersebut tidak tergantung pada kebaikan hati pemerintah, melainkan sepenuhnya dijamin oleh konstitusi dan aturan hukum yang berlaku.
                Dengan demikian, secara prinsip pers memiliki jaminan hokum yang kuat untuk bersikap kritis terhadap pemerintah. Pers bertindak sebagai sumber informasi alternative bagi masyarakat. Karena itu, sering dikatakan bahwa pers merupakan watchdog ( semacam anjing penjaga ). Artinya pers menjadi “mata dan telinga “ yang memberikan isyarat dan tanda-tanda dini apabila ada kejadian yag tidak pada tempatnya, serta sebagai pembentuk opini masyarakat dan agenda public. Demikianlah pers menjadi kekuatan keempat yang menyangga pemerintahan demokrasi, bersama-sama dengan kekuasaan eksekutif,legislative,dan yudikatif. Secara lebih rinci, M Gurevitch dan JG Blumler ( 1990 ) dalam buku Democracy and the Mass Media mengungkapkan fungsi dan peran pers dalam masyarakat demokrasi, meliputi :
*      Memberikan informasi mengenai perkembangan kehidupan sosio-politika;
*      Memberikan gambaran mengenai isu-isu penting yang sedang menjadi perhatian masyarakat;
*      Menyediakan wahana untuk melakukan debat public antara berbagai sudut pandang berbeda-beda yang hidup dalam masyarakat;
*      Memberikan sumbangan kepada warga masyarakat untuk belajar, memilih , dan terlibat dalam kehidupan bersama, termasuk proses politik.


2.       Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia

Sejak lahirnya reformasi, Indonesia telah berkomitmen untuk mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Komitmen itu sangat jelas tertuang dalam UUD 1945 hasil empat kali amandemen MPR.
        Dalam kaitannya dengan kehidupan pers, komitmen kehidupan demokratis tersebut tampak dalam pasal 28 UUD yang menyatakan,”kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Pasal ini merupakan bagian tak terpisahkan dari pasal-pasal lain mengenai hak asasi manusia.
        Lebih lanjut, komitmen tersebut dijabarkan dalam UU Pers no 40 tahun 1999. Dalam penjelasan UU tersebut antara lain dinyaakan :
        “…..Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 maka perlu dibentuk Undang-Undang tentang pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis”.
        Demikianlah, diakui bahwa pers merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa, dan bernegara yang demokratis. Oleh karena itu, UU mengharapakan agar pers dapat berfungsi secara maksimal.
        Adapun fungsi pers menurut UU Pers adalah : sebagai media informasi , media  1 dan 2 ) pendidikan,media hiburan, media control social, dan lembaga ekonomi ( pasal 3 ayat 1 dan 2 ). Dari antara kelima fungsi tersebut sebagai media/sarana informasi, pendidikan, dan ontrol social amat relevan dengan kehidupan masyarakat demokrasi.
        Sementara itu, peranan pers menurut pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, meliputi :
*      Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui ;
*      Menegakkan nila-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hokum, dan hak asasi manusia ,serta menghormat kebhinekaan;
*      Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum ;
*      Memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
*      Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
Dengan demikian, bisa dikatakan, bahwa sebagai media/sarana informasi, pers berperan memenuhi hak-hak masyarakat untuk mengetahui berbagai informasi ( pasal 6 a ). Sebagai media/ sarana mendorong terwujudnya sipremasi hokum dan hak asasi  manusia  serta menghormati kebhinekaan; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, benar dan akurat; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran ( pasal 6 b,c,e ). Sebagai media/sarana control social, pers berperan melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum ( pasal 6 d ).
                Fungsi pers sebagaimana diatur dalam UU Pers tersebut secara substansial sesuai dengan berbagai teori tentang demokrasi. Hal itu tampak jelas, misalnya, dalam buku Robert A. Dahl “Perihal Demokrasi” ( On Democracy ). Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa demokrasi membutuhkan adanya sumber-sumber informasi alternative seperti surat kabar, majalah, buku, telekomunikasi dan lain sebagainya yang secara nyata tidak berada dalam kendali pemerintah atau kelompok politik. Lebih lanjut menurut Dahl, pers haruslah menjadi penyedia informasi alternative yang memungkinkan masyarakat memiliki pemahaman cerdas atas berbagai persoalan public sehari-hari. Sehingga, dengan pemahaman cerdas tersebut, masyarakat makin mampu berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan politik ( Dahl,2001 ).
                Menjaga Keberadaan pers dalam masyarakat demokrasi hakikatnya berfungsi sebagai media/sarana untuk meningkatkan kadar demokrasi serta menjaga system demokrasi ( Goodwin, 1982 ).
                Fungsi tersebut jelas sangat berbeda dengan fungsi pers dalam masyarakat otoriter/totaliter, yaitu membela dan menyukseskan kebijakan pemerintah, tidak peduli apakah kebijakan tersebut adil atau tidak, bermanfaat bagi masyarakat atau tidak.
                Atas dasar itu, tidaklah keliru manakala ada yang menyatakan bahwa pers dalam masyarakat demokrasi berfungsi sebagai media untuk mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat. Sementara, pers dalam masyarakat non-demokrasi berfungsi sebagai alat untuk membodohi dan memperlemah masyarakat.